Ekspresi Bobby Nasution Saat Prabowo Putuskan 4 Pulau Tetap Milik Aceh: Dinamika Politik Wilayah Perbatasan

Isu perbatasan dan kepemilikan wilayah merupakan persoalan yang tidak hanya menyentuh aspek hukum dan administratif, tetapi juga menyentuh emosi kolektif masyarakat, identitas lokal, dan dinamika politik nasional. Salah satu peristiwa terbaru yang mencuri perhatian adalah keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menyatakan bahwa empat pulau di perbatasan Provinsi Aceh dan Sumatra Utara tetap menjadi bagian dari Provinsi Aceh.
Keputusan ini bukan hanya disorot dari sisi kebijakan teritorial, tetapi juga menimbulkan berbagai reaksi dari kepala daerah, tokoh masyarakat, hingga masyarakat akar rumput. Salah satu ekspresi yang cukup menyita perhatian publik adalah dari Bobby Nasution, Wali Kota Medan yang juga menantu Presiden Joko Widodo. Ekspresinya saat mendengar keputusan tersebut terekam dalam beberapa dokumentasi publik dan menjadi simbol dinamika antarwilayah yang tengah mengemuka.

Bab 1: Latar Belakang Sengketa Pulau
1.1 Asal Usul Administratif Empat Pulau
Empat pulau yang menjadi sorotan adalah Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Pulau Panjang, terletak di kawasan Selat Malaka. Pulau-pulau ini sebelumnya disebut-sebut berada dalam administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Langkat (Sumatera Utara), namun dalam Peraturan Pemerintah tentang penetapan batas wilayah laut, pulau-pulau tersebut masuk ke dalam Provinsi Aceh.
1.2 Ketidakjelasan Batas Wilayah
Masalah utama adalah ketidakjelasan batas administratif antara kabupaten dan provinsi yang berlangsung bertahun-tahun. Beberapa pulau tidak berpenghuni namun memiliki nilai strategis tinggi, terutama dalam konteks geopolitik dan potensi sumber daya alam (perikanan, migas, dan pariwisata).
1.3 Desakan dari Sumut
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara beberapa kali menyuarakan keberatannya terhadap status pulau-pulau tersebut yang dianggap seharusnya berada di wilayah Sumut. Pemda Sumut bahkan telah mengirim surat ke pemerintah pusat untuk mengkaji ulang penetapan wilayah ini.
Bab 2: Keputusan Prabowo dan Landasan Hukumnya
2.1 Pernyataan Resmi Prabowo
Dalam kunjungannya ke Banda Aceh awal Juni 2025, Presiden Prabowo menyampaikan keputusan bahwa “empat pulau tetap akan menjadi bagian dari Provinsi Aceh sesuai dokumen resmi yang telah disahkan sebelumnya.” Prabowo menekankan bahwa keputusan tersebut diambil berdasarkan kajian hukum, peta resmi, dan rekomendasi kementerian terkait.
2.2 Aspek Hukum dan Regulasi
Keputusan Prabowo mempertegas posisi hukum dalam:
- UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
- Permendagri tentang Penetapan Batas Wilayah
- Keputusan Presiden tentang Kawasan Strategis Nasional
Selain itu, Prabowo juga menegaskan bahwa tidak akan ada pemindahan wilayah tanpa proses musyawarah dan ketetapan hukum yang sah.
2.3 Implikasi Keputusan
Keputusan ini memperkuat posisi Aceh sebagai provinsi yang memiliki kekhususan administratif. Hal ini sekaligus mempertegas bahwa pusat mendukung kedaulatan daerah dalam batas kewajaran, namun tetap menjaga kesatuan nasional.
Bab 3: Ekspresi Bobby Nasution yang Jadi Sorotan
3.1 Momen Tertangkap Kamera
Dalam satu forum bersama pejabat daerah, ekspresi Bobby Nasution saat mendengar keputusan Presiden Prabowo menjadi viral. Ia terlihat mengangguk pelan, namun wajahnya memperlihatkan campuran antara kekecewaan, keterkejutan, dan mungkin keterpaksaan menerima keputusan pusat.
3.2 Interpretasi Publik
Banyak warganet dan pengamat menafsirkan ekspresi Bobby sebagai bentuk diplomatis dari penolakan atau ketidaksetujuan yang tak bisa diungkapkan secara verbal. Posisi Bobby sebagai menantu Jokowi dan kepala daerah di Sumut membuatnya berada dalam posisi dilematis.
3.3 Pernyataan Resmi Bobby
Dalam wawancara setelah forum tersebut, Bobby menyatakan:
“Kita serahkan kepada pemerintah pusat, yang terpenting bagi kami adalah masyarakat tetap mendapatkan haknya, baik dalam layanan pemerintahan maupun pengelolaan sumber daya.”
Pernyataan ini mencerminkan sikap hati-hati dan diplomatis, namun juga mengisyaratkan adanya harapan agar diskusi mengenai batas wilayah tetap terbuka.
Bab 4: Reaksi dari Berbagai Pihak
4.1 Gubernur Aceh
Gubernur Aceh menyambut baik keputusan Presiden Prabowo. Dalam pidatonya, ia menyebut bahwa keputusan tersebut memperlihatkan keberpihakan pemerintah pusat pada hak historis dan administratif Aceh.
4.2 DPR Aceh
Dewan Perwakilan Rakyat Aceh bahkan menyatakan niat untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di empat pulau tersebut agar memperkuat klaim administratif dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.
4.3 Pemprov Sumut dan Tokoh Daerah
Sebaliknya, Pemprov Sumut dan tokoh adat setempat mengungkapkan kekecewaan. Mereka berencana membawa persoalan ini ke Mahkamah Konstitusi atau meminta revisi batas wilayah berdasarkan aspirasi masyarakat lokal.
Bab 5: Sejarah Panjang Ketegangan Wilayah
5.1 Jejak Sejarah Wilayah Laut
Sejak zaman Hindia Belanda, batas wilayah di lautan dan pulau-pulau kecil tidak ditentukan secara rinci. Banyak wilayah hanya berbasis klaim penguasaan tradisional atau berdasarkan peta kolonial yang tidak akurat.
5.2 Perubahan Pascareformasi
Pasca-reformasi, desentralisasi membuat banyak provinsi ingin mengamankan wilayah strategis yang dapat memberikan pendapatan asli daerah (PAD). Sengketa semacam ini juga terjadi di beberapa wilayah lain seperti Kalimantan Utara vs Kalimantan Timur, dan NTT vs NTB.
5.3 Konflik Potensial dan Upaya Rekonsiliasi
Kondisi semacam ini bisa menjadi bibit konflik horizontal jika tidak ditangani bijak. Karena itu, keputusan pusat harus diiringi dengan rekonsiliasi sosial, pemberdayaan ekonomi, dan pembangunan wilayah.
Bab 6: Pandangan Pengamat dan Akademisi
6.1 Politik Simbolik di Balik Keputusan
Menurut pengamat politik dari UGM, keputusan Prabowo ini juga bisa dibaca sebagai bentuk komitmen terhadap Aceh sebagai daerah istimewa dan simbol penghormatan terhadap otonomi khusus.
6.2 Perspektif Hukum Tata Negara
Dari sisi hukum, keputusan ini dinilai valid selama didasarkan pada regulasi sah. Namun, jika ada bukti administratif bahwa pulau tersebut dahulu masuk Sumut, maka gugatan bisa diajukan melalui jalur hukum.
6.3 Dimensi Sosial dan Budaya
Pulau-pulau tersebut meski tak padat penduduk, namun menjadi bagian dari identitas kultural nelayan setempat. Kehilangan klaim terhadap pulau bisa berimbas pada psikologi kolektif masyarakat pesisir.
Bab 7: Apa yang Harus Dilakukan Selanjutnya?
7.1 Peta Ulang Wilayah dan Sosialisasi
Pemerintah pusat disarankan untuk mempercepat pembuatan peta wilayah digital yang transparan dan dapat diakses publik, serta melakukan sosialisasi secara langsung kepada masyarakat.
7.2 Musyawarah Dua Provinsi
Penting untuk membentuk forum musyawarah antara Aceh dan Sumut untuk menyepakati kerja sama pengelolaan wilayah pesisir, termasuk potensi ekonomi dan perlindungan lingkungan.
7.3 Penguatan Layanan Pemerintah di Pulau
Terlepas dari status administratif, pemerintah harus memastikan bahwa masyarakat di sekitar pulau mendapatkan akses pendidikan, kesehatan, transportasi, dan perlindungan hukum.
Bab 8: Simbol Politik, Simbol Kepemimpinan
8.1 Prabowo dan Narasi Persatuan
Keputusan ini juga memperlihatkan bagaimana Prabowo mencoba merajut kembali narasi “Indonesia Rumah Bersama” di tengah potensi friksi antardaerah.
8.2 Bobby Nasution dan Kepemimpinan Muda
Bobby Nasution menjadi simbol pemimpin muda yang dihadapkan pada dilema politik. Ekspresinya menunjukkan bahwa politik lokal bukan hanya soal keputusan birokratis, tetapi juga soal keberanian untuk menyuarakan harapan warganya.
8.3 Rakyat sebagai Penerima Dampak
Pada akhirnya, masyarakatlah yang akan menerima dampak dari semua keputusan ini. Maka kebijakan yang inklusif, berbasis keadilan, dan menyejahterakan semua pihak adalah solusi terbaik.
Penutup
Keputusan Prabowo Subianto mempertahankan empat pulau dalam administrasi Aceh bukan hanya soal geografi, tetapi menyangkut keadilan, sejarah, identitas, dan arah masa depan Indonesia sebagai negara kepulauan. Ekspresi Bobby Nasution dalam menanggapi keputusan tersebut menjadi simbol bahwa persoalan wilayah bukan sekadar teknis administratif, tetapi juga politis, emosional, dan manusiawi.
Indonesia memerlukan mekanisme dialog yang sehat antarprovinsi, penguatan kapasitas administratif daerah, serta pendekatan rekonsiliasi yang humanis agar kesatuan nasional tetap terjaga tanpa mengorbankan aspirasi lokal. Jika semua pihak mampu melihat persoalan ini dengan kepala dingin dan semangat persatuan, maka keputusan yang mungkin terasa pahit hari ini bisa menjadi titik awal kemajuan bersama di masa depan.
Baca Juga : Harga Minyak Dunia Melonjak 3% Imbas Perang Israel-Iran: Dampak, Penyebab, dan Prospek Pasar Energi Global