Apa Itu Cukai MBDK? Ini Penjelasan dan Tujuannya dalam Kebijakan Fiskal Indonesia

Cukai adalah salah satu instrumen fiskal yang digunakan oleh pemerintah untuk mengendalikan konsumsi barang tertentu sekaligus sebagai sumber penerimaan negara. Di Indonesia, barang-barang seperti rokok, minuman beralkohol, dan kini minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dikenai cukai. Pengenaan cukai pada MBDK menjadi kebijakan terbaru yang menarik perhatian publik, pelaku usaha, dan pengamat kesehatan masyarakat.
Pemberlakuan cukai MBDK tidak hanya dimaksudkan untuk menambah pendapatan negara, tetapi juga sebagai upaya pengendalian konsumsi gula yang berlebihan dalam masyarakat. Konsumsi gula yang tinggi telah dikaitkan dengan meningkatnya angka penderita diabetes, obesitas, dan penyakit tidak menular lainnya. Maka dari itu, melalui regulasi ini, pemerintah berusaha menciptakan keseimbangan antara aspek ekonomi dan kesehatan.

Apa Itu Cukai MBDK?
Cukai MBDK adalah pungutan negara yang dikenakan atas barang berupa minuman berpemanis dalam kemasan. Barang-barang yang termasuk dalam kategori ini mencakup berbagai jenis minuman seperti teh dalam botol, minuman berkarbonasi (soft drink), minuman isotonik, minuman energi, hingga susu dan kopi dalam kemasan jika mengandung pemanis tambahan.
Cukai ini diberlakukan atas dasar konsumsi. Artinya, setiap produk MBDK yang dikonsumsi masyarakat dikenakan pajak tambahan dalam bentuk cukai. Cukai ini umumnya dibebankan pada produsen atau importir, tetapi pada akhirnya akan mempengaruhi harga jual ke konsumen.
Dasar Hukum Pengenaan Cukai MBDK
Pengenaan cukai MBDK memiliki dasar hukum yang sah dan jelas. Pemerintah mengatur hal ini melalui:
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, sebagai landasan utama pengenaan cukai di Indonesia.
- Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang mencantumkan reformasi fiskal, termasuk optimalisasi cukai untuk barang yang berdampak negatif terhadap kesehatan.
- Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 dan 2025 yang memasukkan penerimaan dari cukai MBDK sebagai salah satu pos pemasukan negara.
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai petunjuk teknis pelaksanaan cukai MBDK.
Pemerintah mengintegrasikan kebijakan cukai MBDK ke dalam sistem fiskal nasional untuk memastikan pelaksanaannya berjalan efektif dan tidak membebani masyarakat secara berlebihan.
Jenis Minuman yang Termasuk dalam Cukai MBDK
Cukai MBDK tidak diberlakukan secara sembarangan. Ada kriteria tertentu yang harus dipenuhi agar suatu produk masuk dalam kategori MBDK yang dikenai cukai. Berdasarkan kajian Kementerian Keuangan, kategori tersebut meliputi:
- Minuman Berkarbonasi
- Contoh: Cola, soda, minuman berenergi bersoda.
- Ciri khas: Mengandung gas karbon dioksida (CO2), pemanis tambahan, dan perisa buatan.
- Minuman Teh dalam Kemasan
- Contoh: Teh botol, teh kotak, teh rasa buah.
- Ciri khas: Mengandung teh, gula tambahan, dan bahan pengawet.
- Minuman Berbasis Susu dan Kopi dengan Pemanis Tambahan
- Contoh: Kopi susu dalam kaleng, susu rasa cokelat manis.
- Ciri khas: Mengandung campuran susu dan pemanis sintetis atau gula pasir dalam kadar tinggi.
- Minuman Isotonik dan Energi
- Contoh: Minuman olahraga, minuman penambah stamina.
- Ciri khas: Biasanya ditujukan untuk pemulihan energi tubuh namun juga mengandung gula tinggi.
Alasan Pemberlakuan Cukai MBDK
Pemerintah menetapkan cukai MBDK dengan pertimbangan yang kuat dan rasional. Ada tiga alasan utama di balik kebijakan ini:
1. Alasan Kesehatan Masyarakat
Konsumsi gula yang tinggi telah menjadi salah satu pemicu utama penyakit tidak menular (PTM) seperti:
- Diabetes Melitus
- Obesitas
- Penyakit jantung
- Hipertensi
Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi penyakit terkait gaya hidup meningkat drastis dalam satu dekade terakhir. Pengenaan cukai diharapkan dapat menekan konsumsi MBDK dan mengurangi beban kesehatan nasional.
2. Peningkatan Penerimaan Negara
Sebagai salah satu sumber penerimaan negara, cukai MBDK diharapkan mampu:
- Menambah pemasukan APBN
- Membantu pembiayaan sektor kesehatan
- Menjadi penyeimbang fiskal di tengah tantangan global
3. Pengendalian Konsumsi
Kenaikan harga akibat cukai dapat mengurangi permintaan terhadap produk MBDK. Hal ini telah terbukti di negara-negara seperti Meksiko, Inggris, dan Filipina yang lebih dulu menerapkan cukai serupa.
Skema Tarif Cukai MBDK
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menetapkan tarif cukai MBDK secara bertahap agar tidak mengejutkan pelaku industri maupun konsumen. Skema awal yang diusulkan mencakup:
- Rp 1.500 per liter untuk minuman teh dalam kemasan.
- Rp 2.500 per liter untuk minuman karbonasi (soft drink).
- Rp 3.000 per liter untuk minuman berenergi atau kopi manis tinggi gula.
- Tarif khusus untuk produk berbasis susu masih dalam kajian.
Penyesuaian tarif ini mempertimbangkan kandungan gula dalam produk. Semakin tinggi kadar gula, semakin tinggi tarif cukai yang dikenakan.
Dampak Penerapan Cukai MBDK
1. Terhadap Konsumen
- Harga minuman akan naik.
- Konsumen didorong untuk memilih produk yang lebih sehat.
- Potensi pengurangan konsumsi minuman tinggi gula.
2. Terhadap Industri
- Penyesuaian lini produksi.
- Inovasi produk rendah gula atau tanpa gula.
- Potensi penurunan volume penjualan untuk produk high-sugar.
3. Terhadap Negara
- Peningkatan pendapatan dari sektor cukai.
- Anggaran kesehatan dapat ditopang dari hasil penerimaan ini.
- Memberi sinyal kuat bahwa pemerintah serius melindungi kesehatan publik.
Perbandingan Internasional: Belajar dari Negara Lain
Beberapa negara telah lebih dulu menerapkan cukai pada minuman berpemanis:
- Meksiko: Menerapkan cukai pada 2014. Hasilnya, konsumsi minuman manis turun 12% dalam dua tahun.
- Inggris: Memiliki tarif bertingkat berdasarkan kandungan gula (Soft Drinks Industry Levy).
- Filipina: Menerapkan cukai MBDK sejak 2018, menghasilkan peningkatan pendapatan negara dan penurunan angka obesitas pada kelompok usia muda.
Model ini menjadi acuan bagi Indonesia untuk merancang kebijakan serupa yang sesuai dengan konteks sosial-ekonomi nasional.
Tanggapan dari Berbagai Pihak
1. Pelaku Industri
- Beberapa pelaku industri keberatan karena khawatir turunnya permintaan.
- Mereka mendorong adanya masa transisi dan insentif untuk reformulasi produk.
- Asosiasi minuman menyampaikan harapan agar tarif tidak memberatkan UKM.
2. Kementerian Kesehatan dan LSM
- Menyambut baik kebijakan ini sebagai bentuk proteksi terhadap kesehatan masyarakat.
- Mendorong kampanye edukasi tambahan agar masyarakat memahami alasan cukai MBDK.
3. Masyarakat Umum
- Sebagian mendukung demi kesehatan jangka panjang.
- Sebagian lainnya khawatir akan mahalnya produk favorit mereka.
Strategi Komunikasi Pemerintah
Untuk memastikan keberhasilan kebijakan, pemerintah melakukan:
- Sosialisasi publik melalui media massa dan media sosial.
- Kerja sama dengan industri untuk reformulasi produk.
- Kampanye gizi untuk mendorong gaya hidup sehat.
Pemerintah juga memastikan bahwa hasil cukai digunakan secara transparan dan sebagian besar dialokasikan untuk sektor kesehatan.
Cukai MBDK dan Target SDGs
Pengenaan cukai ini sejalan dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya:
- SDG 3: Good Health and Well-being
- SDG 10: Reduced Inequalities (melalui perlindungan kelompok rentan)
- SDG 12: Responsible Consumption and Production
Dengan demikian, cukai MBDK bukan sekadar kebijakan fiskal, melainkan bagian dari strategi besar pembangunan berkelanjutan.
Tantangan dan Potensi Perbaikan
Penerapan cukai MBDK tidak lepas dari tantangan:
- Pengawasan distribusi ilegal
- Ketepatan penilaian kadar gula
- Risiko pengalihan konsumsi ke produk tidak bercukai tapi tidak sehat
Solusinya antara lain:
- Sistem digitalisasi pengawasan cukai.
- Labelisasi transparan kandungan gula.
- Dukungan kepada UKM untuk inovasi sehat.
Kesimpulan: Mewujudkan Indonesia yang Lebih Sehat
Cukai MBDK merupakan langkah progresif yang menyelaraskan kebijakan fiskal dengan upaya kesehatan masyarakat. Dengan dasar hukum yang kuat, skema tarif yang terukur, serta dukungan lintas sektor, kebijakan ini diharapkan bisa menurunkan angka konsumsi gula dan sekaligus memberikan kontribusi pada penerimaan negara.
Namun, pelaksanaannya harus dikawal ketat agar tidak menimbulkan efek negatif terhadap pelaku industri, terutama skala kecil dan menengah. Pemerintah perlu terus melakukan evaluasi berkala dan membuka ruang dialog untuk perbaikan.
Di masa depan, cukai tidak hanya menjadi alat ekonomi, tetapi juga simbol komitmen negara dalam menciptakan masyarakat yang lebih sehat, sejahtera, dan sadar gizi.
Baca Juga : Ekspresi Bobby Nasution Saat Prabowo Putuskan 4 Pulau Tetap Milik Aceh: Dinamika Politik Wilayah Perbatasan