Uncategorized

Peringatkan Rusia ke AS: Jangan Bantu Israel Lawan Iran, Risiko Destabilisasi Global

Sejak pertengahan Juni 2025, ketegangan bersenjata antara Israel dan Iran meningkat drastis. Gelombang serangan rudal dan drone Iran menyusul gelombang serangan udara Israel menempatkan kawasan Timur Tengah di ambang perang terbuka. Di tengah kabar kemungkinan AS mengerahkan pasukan atau dukungan militer langsung untuk membantu sekutunya, Rusia menegaskan peringatan keras agar Washington menahan diri dari intervensi militer apa pun. Pernyataan Moskow ini menandai babak baru persaingan global yang berpotensi menyulut konflik lebih luas di kawasan berisiko tinggi.

Sekalipun Washington hingga kini belum mengambil keputusan formal untuk terjun langsung, peringatan Rusia membuka perdebatan tentang batas keterlibatan AS. Apakah AS akan cukup “mendukung dari belakang” lewat intelijen dan logistik, atau benar-benar menurunkan pasukan? Dan seberapa besar potensi meluasnya konflik jika AS memilih opsi militer keras?


2. Latar Belakang Eskalasi: Dari Nuklir ke Rudal Balasan

2.1 Ketegangan Program Nuklir dan Serangan Timbal Balik

Hubungan Israel–Iran selama puluhan tahun berfokus pada program nuklir Iran. Israel menuding Tehran berusaha memproduksi senjata nuklir untuk merusak keseimbangan keamanan regional. Padahal Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dan Moskow belum menemukan bukti sahih niat Iran mengembangkan senjata nuklir. “Rusia, juga IAEA, tidak pernah memiliki bukti bahwa Iran menyiapkan nuklir militer,” tegas Presiden Putin dalam wawancara, merujuk pada permintaan Israel untuk bukti resmi.

Setelah tahun-tahun diplomasi yang mandek, serangan udara Israel yang menarget fasilitas militer dan nuklir di Iran memicu balasan rudal dan drone. Januari 2025 sudah terjadi beberapa insiden kecil, namun pada 13 Juni 2025 eskalasi mencapai puncak: Iran menembakkan ratusan rudal balistik dan UAV (Unmanned Aerial Vehicle) ke wilayah Israel . Balasan tersebut menimbulkan kerusakan infrastruktur dan korban jiwa di kedua belah pihak, memancing kekhawatiran internasional.

2.2 Spekulasi Keterlibatan AS

Pernyataan pejabat tinggi AS di beberapa forum menyinggung kemungkinan pengiriman unit militer khusus, atau pelibatan sistem pertahanan udara Patriot di Timur Tengah. Tak hanya itu, isu rencana peretasan jaringan komando Iran lewat CIA juga mencuat. Sinyal dukungan Washington bagi Israel ini ditanggapi dingin oleh Moskow, yang sejak awal menempatkan diri sebagai penyeimbang antara Teheran dan Tel Aviv.


3. Pernyataan Kementerian Luar Negeri Rusia: Peringatan Tegas

Pada 19 Juni 2025, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, menyampaikan peringatan resmi kepada AS: “Kami mengingatkan Washington agar tidak meluncurkan intervensi militer dalam konflik ini. Langkah semacam itu akan mengguncang stabilitas global secara lebih luas dengan konsekuensi yang tak terprediksi.”

Zakharova menegaskan bahwa Rusia memandang perang terbuka antara AS dan Iran sebagai “langkah sangat berbahaya.” Ia menunjuk potensi meluasnya front konflik, mulai dari Teluk Persia, Irak, hingga Suriah, serta risiko serangan teroris lintas negara yang semakin mudah memanfaatkan kekacauan. Rusia juga menyinggung perlunya menjaga fasilitas nuklir sipil Iran, seperti PLTN Bushehr, yang menjadi perhatian Moskow karena melibatkan staf dan teknologi Rusia di sana.


4. Sikap Kremlin: Jembatan Diplomasi di Tengah Ketegangan

4.1 Pernyataan Dmitry Peskov

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menambahkan, “Moskow sangat prihatin melihat Timur Tengah terperosok ke jurang instabilitas. Kami telah menyampaikan ke semua pihak—AS, Iran, Israel—pentingnya mengedepankan jalur diplomasi.” Menurut Peskov, Rusia terus memanfaatkan saluran komunikasi dengan Washington dan Tel Aviv untuk mengurangi risiko salah paham yang bisa memicu bentrokan langsung.

4.2 Tawaran Mediasi Putin

Presiden Vladimir Putin secara pribadi menawarkan diri sebagai mediator damai. Meski Israel dan AS menanggapi tawaran ini dengan skeptis, Putin percaya peran Rusia sebagai mitra kedua belah pihak—sekutu strategis Iran sekaligus negara dengan hubungan terselubung dengan Israel—memberinya posisi unik. Namun hingga saat ini, belum ada kepastian apakah tawaran Kremlin akan diterima di meja negosiasi.


5. Reaksi Amerika Serikat dan Diplomasi Washington

Gedung Putih menyampaikan tanggapan resmi singkat: AS menghargai pandangan Rusia, tetapi menegaskan hak suverena Israel untuk membela diri. Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS menyatakan, “Washington akan terus bekerja lewat jalur koalisi internasional untuk mencegah perluasan konflik, termasuk diplomasi intensif dengan mitra.” Namun, ia tidak menepis opsi dukungan militer non-battlefield, seperti pengiriman intelijen satelit dan amunisi.

Di Kongres AS, beberapa anggota Fraksi Demokrat mengimbau pemerintahan Biden (atau Trump, jika terjadi pergantian) untuk menahan diri dan fokus pada dialog. Senator partai oposisi bahkan menegaskan bahwa intervensi langsung dapat memicu “konfrontasi superpower” yang tidak diinginkan.


6. Respons Israel dan Iran Terhadap Peringatan Rusia

6.1 Sikap Pemerintah Israel

Pemerintah Israel memastikan rencana operasi akan terus berjalan hingga Iran benar-benar melemahkan kapasitas militer dan nuklirnya. Namun Menlu Israel mengaku menghormati pandangan Rusia tentang potensi bahaya eskalasi global, meski menekankan prioritas keamanan nasionalnya. Duta Besar Israel untuk Rusia dijadwalkan bertemu pejabat Moskow minggu depan.

6.2 Sikap Pemerintah Iran

Di sisi lain, Teheran memuji peringatan Moskow dan memanfaatkan pesan ini sebagai bukti bahwa sekutu utamanya menghargai posisi Iran. Kemenlu Iran menyatakan terbuka untuk tata diplomasi baru, “selama agresi Israel dihentikan”Namun Iran menegaskan tidak akan menghentikan operasinya sampai serangan udara Israel mereda.


7. Implikasi Geopolitik: Dampak Global dan Kawasan

7.1 Stabilitas Energi Dunia

Konflik Timur Tengah kerap mengganggu suplai minyak global. RS akibat eskalasi, harga minyak Brent sempat menyentuh USD 90 per barel. Peringatan Rusia memperingatkan potensi lonjakan harga lebih tinggi jika AS benar-benar terjun, mengganggu rekonstruksi pasca-pandemi dan upaya pemulihan ekonomi dunia.

7.2 Fokus Internasional Terpecah

Ketegangan Israel–Iran yang melibatkan siaran media Rusia dan AS memecah fokus komunitas internasional. Konferensi iklim, penanganan pandemi, dan krisis Ukraina–Rusia berisiko turun dari prioritas global. Sejumlah analis memperkirakan Moskow sengaja merilis peringatan keras untuk mengalihkan sorotan Barat dari konflik di Eropa Timur.

7.3 Risiko Perang Proxy

Bila AS berperan aktif, kemungkinan pertarungan proxy meningkat: Irak, Suriah, dan Yaman bisa kembali menjadi medan pertempuran antara kekuatan pro-Iran dan pro-AS/Israel. Pasukan Quds Force IRGC dan milisi Hizbullah Lebanon bisa mendapat dukungan penuh, memicu reaksi AS di Irak.


8. Analisis Ahli: Jalur De‑eskalasi atau Keruntuhan?

Pakar hubungan internasional menilai peringatan Rusia dapat menjadi momentum negosiasi damai, mengingat reputasi Moskow sebagai penengah. Namun, pakar Timur Tengah dari LSE menyoroti bahwa rivalitas ideologis Israel–Iran terlalu dalam untuk diselesaikan cepat. Tanpa jaminan keamanan yang rasional dan multilateral—termasuk AS, Rusia, dan PBB—asing semua pihak berisiko terjebak dalam siklus balasan militer.

Analis politik dari CSIS Washington menambahkan, “Jika AS menahan diri, ini peluang diplomasi diperkuat. Jika tidak, dunia menyaksikan babak baru Perang Dingin 2.0 di Timur Tengah.”


9. Rekomendasi Kebijakan dan Pangkas Risiko

  1. Borobudur Diplomasi Multilateral: PBB, Uni Eropa, dan Organisasi Kerjasama Shanghai (termasuk Rusia dan China) perlu menginisiasi forum gencatan senjata, memfasilitasi jaminan keamanan bagi Iran agar menghentikan serangan balasan.
  2. Jalur Backyard Diplomacy AS–Rusia: Pembicaraan tertutup untuk membangun “zona larangan militer” di Laut Tengah dan Selat Hormuz, dimonitor bersama pakar Moskow dan Washington.
  3. Ketahanan Energi: Lembaga Energi Internasional (IEA) menyederhanakan mekanisme cadangan minyak strategis global agar fluktuasi harga terbendung.
  4. Pencegahan Perang Proxy: Koordinasi intelijen AS–Rusia untuk memantau dan membatasi aktivitas milisi terkait, meminimalkan potensi konflik di Suriah, Yaman, dan Irak.

10. Penutup: Jalan Tengah di Antara Peringatan dan Realitas

Peringatan Rusia kepada AS membawa pesan keras: konflik lokal bakal bereskalasi menjadi bencana regional, bahkan global. Pada akhirnya, faktor penahan nyata terletak pada kesanggupan dua kekuatan super—Washington dan Moskow—untuk menahan diri dan mengutamakan diplomasi kritis. Jika kedua pihak mampu bekerja sama, ini bakal jadi contoh langka solidaritas geopolitik. Jika gagal, Timur Tengah akan tetap terperosok dalam pusaran perang berkepanjangan, dengan dampak kemanusiaan dan ekonomi yang sulit dibayangkan.

Di mata dunia, peringatan Rusia bukan sekadar ancaman, tapi panggilan waspada: saatnya menimbang ulang jalan militer dan memilih kekuatan diplomasi.

baca Juga : Ekspresi Bobby Nasution Saat Prabowo Putuskan 4 Pulau Tetap Milik Aceh: Dinamika Politik Wilayah Perbatasan

Related Articles

Back to top button